Ia menjelaskan, analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi.
Secara umum tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan lebih dari 0.3 derajat celcius per dekade.
“Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.9 derajat per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01 derajat per dekade). Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40-0.47 derajat per dekade,” jelasnya.
Dari analisis tersebut, Urip mengungkapkan bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi lebih sumuk.
“Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas “heatwave”, meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan,” pungkasnya.
(Tim/Yar/P1)